Salah satu dari mereka yang bisa saya sebut nama-namanya, yakni Yani, Joko Tiyoso dan Johan. Sejak pagi buta sampai malam gelap mereka selalu berkumpul di gubukku yang sangat sangat sederhana. Selain karena pertemanan sejak kecil, Yani dan Joko Tiyoso memiliki keluarga besar sehingga mereka lebih senang untuk berkumpul di rumahku yang kebetukan hanya beranggotakan 4 orang. Kondisi ekonomi yang serba terbatas, demikian pula tekanan social masyarakat yang cenderung materialistis tidak memungkinkan kita fokus pada pendidikan. Beruntung orangtua saya lebih fokus pada pendidikan lebih banyak dari rata rata masyarakat sekitar. Akhirnya lagu-lagu Malaysia yang mendayu-dayu dengan segala keromantisannya menjadi candau untuk melepaskan tekanan-tekanan hidup. Membayangkan menjadi Amik, Menjadi Iklim, Menjadi Amir. Rambut pun dipanjangin sebahu (nasib awak rambut keriting, susah panjangnye) meski badan kurus kerempeng kurang gizi. Tampang jadi kayak preman deh. Hahahha.
Masa masa itu merupakan sebuah ironi kondisi bangsa. Pada masa umur 15 an, Yani dan Joko Tiyoso harus bekerja menyambi buruh kasar di perusahaan batako sebagai tukang angkut. Khusus untuk Joko Tiyoso, dia harus drop out dari sekoh MTS Mambaul Ulum Awang-Awang. Tekanan social yang materalistis di masyarakat, menyampingkan pentingnya pendidikan. Seseorang akan dianggap sukses apabila dapat memiliki rumah gedong dan sepeda motor.Apabila jika berhasil menambah kekayaan melebihi kekayaan tetangga sekitar, mereka akan memuji setinggi langit seseorang yang bisa mendapatkan hal itu. Ini suatu penyakit? I don’t know. Akhirnya pelampiasan dari kondisi sekitar bagi para pemuda yang mengalami tekanan begitu hebat dari masanya, yakni dengan minum-minuman keras. Tentu saja pintu terbuka bagi dosa-dosa lain ketika M dari Molimo yang sangat dilarang oleh Sunan Ampel itu. Alhamdulillah saya, kakak, Yani dan Johan melakukan pelampiasan hanya dengan mabuk lagu lagu Malaysia hahahaha.
Suatu saat, Yani dengan tergesa-gesa ke rumah, memberitahu kabar bahwa dia akan bertransmigrasi sekeluarga ke Sumatera. Tentu saja kabar itu sedikit membuat sedih. Tidak saja oleh saya, tapi bagi orangtua saya. Perpisahan selalu menjadi fase yang menyedihkan dan mengindahkan dalam kehidupan. Lho kok masih ada mengindahkan? Iya, dengan berpisah maka salah satu akan hijrah, dan hijrah merupakan syarat utama untuk kesuksesan. Apalagi di tengah kondisi social yang kurang baik saat itu. Berpindah ke habitat yang lain adalah sunnahtullah bagi makhluk hidup untuk exist (tulisan exist ini sengaja dengan gaya gini, biar mengingatkan salah satu band Malaysia hahahaha).
Dan waktu berputar dengan cepat. Kakak pun akhirnya berhijrah melaut mengililingi samudera di Indonesia. Meski akhirnya diminta Ibu pulang kembali. Saya pun berhijrah pula ke Bandung setahun untuk menuntut ilmu dan diteruskan ke Jakarta sampai saat ini, tak terasa hamper 10 tahun saya lepas dari sangkar.
Beberapa bulan yang lalu, Yani datang kembali ke kampung, tentu saja dengan segala keasingan di matanya. Berkunjung ke rumahku dan ditemui Ibu, sayang sekali saya masih di Jakarta. Sudah beanak pinak dan semakin dewasa dalam bersikap, itulah kesan dari Ibu saya terhadap si anak hilang. Hahahah.
Suatu hari di Jakarta, akhirnya HP saya ditelpon oleh nomor yang tidak dikenal, eh ternyata dari Joko Tiyoso. Dengan bahasa jawa timuran yang terkenal afersif, akhirnya ngobrol lama. Dia pamit ke Jambi untuk pindah kerja, setelah perusahaan Minyak Sawit di Jakarta yakni anak buah Sinar mas group mengalami ketidaksesuaian dengan gaji dan tunjangannya. Dia meminta bantuan saya untuk menari info penyelesaian masalah pencairan jamsostek yang menjadi hak karyawan yang melakukan pengunduran diri. Sayang sekali saya tidak dapat membantunya. Semoga saya bisa menebusnya suatu saat nanti.
Semoga baik-baik kawan di manapun kau berada, dan salam buat Amik Search kalau sudah ketemu ya
“Kuberlayar di lautan, tidak berterpian
Sesekali disegarkan, ombak yang mendatar
Aku seperti hilang,puncak dan arah tujuan”
Ella
Tulisan ini saya khususkan kepada sahabat saya Yani dan Joko Tiyoso di Sumatera.
the end...
mau nulis dibayar...
klik aja

No comments:
Post a Comment