Pages

Friday 10 October 2008

Wong Ndesso dan Krisis Ekonomi

Saat itu saya masih berseragam abu-abu di tahun 1998, masih membantu orangtua berjualan toko kelontong di belakang rumah. Iya, toko kelontong itu menjual berbagai macam kebutuhan rumah tangga mulai dari sabun, shampoo, pasta gigi dan tak lupa kebutuhan paling utama bagi pria di kebanyakan tempat saya yakni gudang garam. Hari berganti hari....kayak puisi aja ya hehehe...tak kurang seminggu harga rokok begitu mulai naik, dan barang pun sudah mulai agak jarang. Dan akhirnya harga surya gudang garam pun berganti (beda lho berganti dengan naik, kalau berganti artinya naiknya udah gila-gilaan dan tidak lumrah) dengan harga 200 persen lebih mahal. Wouuuww........Surya 12 riwayatmu saat itu...

Itulah sekelumit cerita yang pernah saya alami sebagai pembantu pelaku usaha kecil tentang dampak krisis moneter (begini para orang pintar menyebut dan yang saya temui di koran favoritku, Jawapos) bagi kehidupan masyarakat. Bagi masyarakat di kalangan pedesaan, mereka tidak pernah ambil pusing tentang sebab dan musabab, apalagi tentang opini-opini pengamat ekonomi yang berpolemik. Wong ndesso cukup mengatakan "ben lha wong2 pinter sing ngurus negara iki", sebuah hal yang cukup simpel. Mereka selalu berkonsentrasi terhadap kebutuhan hidupnya dan profesinya. Seorang petani tak akan pernah mau tahu lebih dalam tentang inflasi dan pula pertumbuhan ekonomi. Bagi mereka sangat lebih penting tentang informasi harga gabah (sebagai komoditi yang dapat membuat penghasilan dan juga sebagai ukuran biaya produksinya) dan kebutuhan yang dalam kategori sembako. Meski cerita-cerita sedih seperti ada orang yang bunuh diri karena tekanan hidup di Pasuruan, ada orang yang memanen padi orang yang masih hijau untuk makan, tapi bukankah cerita itu sudah buanyak di koran-koran?sedih sih pasti...tapi itulah sebuah resiko yang harus diterima oleh bangsa kita yang terimbas oleh krisis ekonomi.
Itu adalah cerita tahun 1998?Bagaimana sih masyarakat desa sekarang. Misalnya terjadi krisis seperti 1998 lagi (Semoga tidak sih, meski berita krisis amrik sudah lebih dulu merontokkan nyali bursa-bursa saham di dunia), apakah orang ndesso itu lebih siap?

Mari kita lihat secara sosial kemasyarakatan di lingkungan desa secara umum, hal ini lebih mudah dilihat dan juga lebih mudah dipahami oleh khalayak daripada sebuah analisa ekonomi dengan angka-angka yang njlimet dan kadang beda kesimpulan (kalau bedanya jauh malah bikin puyeng bukan?).

Harus kita akui bahwa kehidupan ekonomi negara kita semakin baik. Ya kalau kata Bapak Jusuf Kalla sih menyatakan baiknya perekonomian dari jarangnya tukang batu ada di negeri ini hehehe kallanomic. Tapi apakah benar ekonomi (rakyatnya) bangsa kita ikutan naik. Setelah didera dengan naiknya BBM (untuk menyelamatkan ekonomi makro khususnya pasar modal?) yang jelas mempengaruhi harga kebutuhan-kebutuhan sembako, dan program jaminan sosial baru dijalankan. Akhirnya muncul makhluk baru dengan nama krisis modal. Apalagi ini??

Wong Ndesso pastinya kebanyakan tidak mengerti dan pula tidak pegang saham maupun reksadana. Emas dan tanah (sawah dan pekarangan) adalah investasi menarik dan sangat konvensional sebagai bentuk investasi yang paling diminati. Sayang pada 10 tahun semenjak reformasi digulirkan, banyak perubahan sikap dari wong ndesso, dikarenakan derasnya informasi yang masuk di negeri ini. Wong ndesso yang dulu lebih suka untuk bertani dan hidup sederhana sekarang diganti dengan wong ndesso baru yang lebih suka hidup di sektor non pertanian (buruh pabrik, serabutan) atau paling-paling jika masih di sektor pertanian sudah banyak beralih menjadi buruh tani karena sudah tiada tanah lagi. Lho kemana tanah itu semua??Banyak yang beralih fungsi menjadi pabrik-pabrik dan juga perumahan-perumahan. Pembangunan properti benar-benar menggila pada dekade 10 tahunan. Inilah yang menjadi sebuah PR besar, dimana ketika harga pangan naik, bangsa Indonesia tidak lagi banyak yang menganggap sebagai sebuah anugerah, malah terkesan sebagai bencana. Wong Ndesso pun bingung mau jadi bertani karena tanah pun sudah tiada. Nasib wong ndesso pun semakin tidak nyaman ketika budaya konsumerisme seperti handphone dan juga sepeda motor, sebuah harta yang hampir dimiliki oleh semua keluarga di Indonesia dan nilainya selalu menurun, melanda dengan dahsyat.

Dari sini kita melihat ada point yang berbeda andaikata krisis terjadi sekarang ini yakni :
1.Wong ndesso sudah sedikit yang memiliki sumber investasi dan juga pendapatan;
2.Ketahanan pangan dan kebutuhan masyarakat Desa lebih jelek daripada sebelum tahun 1998;
Bagi saya point nomor 2 adalah sangat merisaukan, hal ini akan berdampak sangat berat. Semoga Wong ndesso beserta kita semua agar sadar untuk mengubah gaya hidup konsumerisme sebelum krisis modal menjalar menjadi momok yang mengerikan.
Mari kita ubah biaya beli pulsa buat beli susu anak. Mari kita pakai sepeda motor seperlunya. Kalau dulu punya duit beli sepeda motor baru mari kita belikan emas atau tanah.

Buat orang elit kota yang kaya, kalau punya duit dulu beli saham sekarang beli togel aja eh salah....disodaqohin aja hehehe....

No comments:

Chatt Bareng Yuk


Free chat widget @ ShoutMix