Pages

Monday 6 October 2008

Nyuwun Pangapunten itu....

" Banyak orang yang mendapatkan ucapan selamat idul fitri dari kerabat, rekan dan sanak saudara. Tetapi jarang sekali yang mendapatkan ucapan selamat dari Allah SWT (assalammursalin)"


Takbir berkumandang dan pula jidor (gendang besar yang biasanya ada di masjid-masjid jawa) bertalu-talu dengan irama sedikit nyaring. Tanda-tanda bahwa Ramadhan tahun ini telah usai dan sebaliknya idul fitri besok akan menjelang. Bulan syawal, semua warga muslim banyak yang bersuka ria, entah yang pada saat Ramadhan puasa atau tidak, entah juga yang sudah beli baju atau tidak, yang penting meriah. Setidaknya terlihat dari tumplek bleknya masyarakat sepanjang jalan dengan membawa truk bagian terbuka atau juga banyak anak-anak yang berjalan kaki berjejer membawa oncor (obor : bahasa indonesia) dengan berjejer rapi dan tampak sumringah. Sangat jelas kemeriahan itu di sepanjang jalan mulai dari Kediri sampai Mojokerto. Kebetulan saat itu saya lagi touring bersama seorang kawan dengan menaiki sepeda motor, sehingga pemandangan yang terjadi hanya dua kali setiap tahun (idul fitri dan idul adha) dapat saya nikmati dengan langsung. Meskipun harus dibayar mahal dengan kemacetan yang harus saya terima sepanjang pertigaan dalam perjalanan.



Setelah menghela lelah sejenak, dan subuh pun terjabar melalui ufuk-ufuk desa yang mencekam dalam dingin (huiisss...puitis bukan?, saya berangkat sholat Idul Fitri di sebuah masjid kampung. Saya bilang masjid kampung sebab masjid tersebut sebenarnya lebih tepat disebut musholla, karena biasanya bangunan disebut masjid (tulen) apabila digunakan untuk sholat jumat berjamaah, sedang masjid tersebut tidak digunakan saat sholat jumat pada setiap minggu. Seperti biasa, selesai sholat idul dilakukan khotbah idul fitri. Cukup mantap khotbah dari sang khotib. Belum selesai khotbah...sudah mulai mundur jamaah di samping saya. "Ada apa ya?" tanyaku dalam hati. Ternyata pada acara sholat idul fitri tersebut, ada pembagian makanan layaknya saat hajatan di kampung-kampung. Rasa sedap rawon daging pun menusuk hidungku membuat konsentrasi ke khotib pun buyar. Dan saya pun ikut mundur setelah doa diucapkan oleh sang khotib tanda acara sholat berakhir. Dari sebuah perbincangan yang tanpa tedeng aling, ada sebuah rumor bahwa pemberian itu dilakukan sebagai bentuk "sodaqah" memuluskan seorang kyai di daerahku sebagai calon bupati. Memang jabatan bupati di kabupatenku lagi lowong, karena sang bupati "nekad" mencalonkan gubernur dan sesuai peraturan beliau harus meninggalkan jabatan lamanya.


Sesampai di rumah, sebuah pesan sudah menumpuk. "taqaballahu minna waminkum
Mohon Maaf lahir dan batin, Selamat Hari Raya Idul fitri 1429 H" bunyi salah satu pesan dari seorang teman kantor dan masih banyak lagi pesan dengan nada yang sama. Setelah bersalaman dengan bapak ibu mertua dan istri, saya pun mulai mencicil ucapan via SMS dengan nada yang hampir sama dengan sang pengirim. Tampaknya SMS dalam idul fitri ini bisa menjadi Sama-sama Mulai Silaturahmi dan menjadi pita bunga bagi gerbang kemeriahan idul fitri.


Acara punten-puntenan (bermaaf-maafan : bahasa Indonesia) berlanjut di keluarga saya yang hanya berjarak 5 menit dari rumah mertua. Menurut adat Jawa, orangtua merupakan puncer (sumber keturunan) sehingga harus didahulukan, mungkin dikarenakan tradisi ini sehingga tradisi mudik menjadi sangat mendarahdaging di masyarakat kita. Setelah orangtua, baru ke sanak saudara yang lebih tua. Dengan demikian, sebagai anak bungsu saya seharusnya wajib keliling ke rumah ortu dan sanak saudara. Alhamdulillah saat ketemu di ortu semua sudah lengkap, jadi kewajiban itu saya gugurkan secara sepihak dengan alasan efesien (sebenarnya alasannya lebih pada hawa yang panas dan kendaraan yang sangat padat trafficnya). Tidak lupa juga tetangga-tetangga menjadi sebuah area yang secara hukum wajib untuk dikunjungi. Bagi saya tradisi ini juga membuat pelepasan kerinduan tempo dulu.


Sebuah tradisi pangapunten, begitu asyik untuk dijalankan. Bertemu muka merupakan sebuah rasa tersendiri, meskipun teknologi SMS juga bisa menjembatani acara bermaafan tanpa harus bertemu. Saya juga percaya pemintaan maaf yang tulus tidak bisa dinilai dengan bersentuhan dari kulit dengan kulit. Tapi hal itu tak menyurutkan bahwa memang tradisi mudik merupakan sarana pelepas kangen dan penghilang kejenuhan atas monotonnya hidup dalam rutinitas, meski tidak jarang juga mudik menjadi ajang pamer kekayaan. Tentu acara penghaspusan dosa antar sesamalah yang pastinya kita prioritaskan.


Tiitt...tiit..."Apa arti basuki rahmat, tanyakan ke bapak metuamu?" pesan masuk ke hpku dari seorang kyai. Waduh, mati aku....PR ini pasti berlanjut dengan tingkat yang lebih tinggi lagi. Duh Gusti kuatkan iman hamba yang sangat lemah ini !

No comments:

Chatt Bareng Yuk


Free chat widget @ ShoutMix