Pages

Friday 27 February 2015

Dana Desa: Dari Hulu Sampai Hilir


Dana Desa menjadi salah satu hal yang paling menarik dalam bahasan APBN 2015 era Pemerintahan Jokowi. Telah disepakati angka Rp 20,8 triliun untuk Dana Desa atau dihitung secara rata-rata kasar Rp 260 juta per desa. Sesuai janji Pemerintah, alokasi ini akan terus ditingkatkan setiap tahunnya secara bertahap sampai dengan Rp 1 miliar lebih per desa. Rencananya pencairan dilakukan secara bertahap per triwulan. Angka ini merupakan usaha Pemerintah mewujudkan amanat UU Desa. UU Desa memberi pengakuan desa merupakan bagian terkecil dari wilayah pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Arti ekonomi: desa adalah mitra Pemerintah Pusat untuk memacu kesejahteraan masyarakat Indonesia di pedesaan.

Secara tekstual dalam UU Desa disebutkan pembangunan desa bertujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa dan kualitas hidup manusia serta penanggulangan kemiskinan melalui pemenuhan kebutuhan dasar, pembangunan sarana dan prasarana desa, pengembangan potensi ekonomi lokal, serta pemanfaatan sumber daya alam dan lingkungan secara berkelanjutan. Penjelasan tersebut menekankan peningkatan kesejahteraan masyarakat. Hal ini sangat beralasan mengingat jumlah penduduk miskin terbesar di Indonesia berada di kawasan pedesaan.

Mengapa kesejahteraan masyarakat tidak hanya dapat dilakukan dengan kebijakan transfer ke daerah yang sudah berjalan selama lebih dari 15 tahun? Bukannya pada saat itu pendanaan untuk desa juga dialokasikan melalui kabupaten?

Dari rekapitulasi data APBD tahun 2013 di seluruh Indonesia menunjukkan alokasi total belanja APBD sebesar Rp 737,6 triliun terdiri atas: belanja pegawai (40 persen), diikuti belanja modal (23,8 persen), belanja barang dan jasa (20 persen), belanja hibah (6,6 persen), bantuan sosial (10 persen), serta belanja bunga (0,04 persen) dan subsidi (0,08 persen). Pengalokasian belanja pegawai yang terbesar menggambarkan prioritas terbesar adalah pada pelayanan umum atau administrasi di atas kepentingan lainnya.

Bagaimana porsi seharusnya dengan alokasi dana desa? Melihat tujuan pembangunan desa dalam UU Desa, tentu saja seharusnya berbeda. Peningkatan kesejahteraan dan kualitas hidup manusia, serta penanggulangan kemiskinan akan lebih banyak bersinggungan pada bantuan sosial dan belanja modal. Tentu saja kita tidak bisa memungkiri bahwa terdapat beberapa porsi untuk belanja pegawai seperti gaji perangkat desa. Namun seharusnya persentase jauh di bawah porsi belanja pegawai pada transfer ke daerah atau di bawah 40 persen.

Akuntabilitas Dana Desa

Dalam era desentralisasi fiskal, tidak sedikit kepala daerah yang mengalami kasus hukum atas pengelolaan APBD. Banyak hal yang menjadi faktor. Salah satu di antaranya ketidaktahuan terkait peraturan perundang-undangan khususnya dalam bidang pengelolaan keuangan negara. Mengingat dana desa bersumber dari APBN, maka mutlak pimpinan di pemerintahan desa wajib mengetahui seluk beluk perencanaan, pengawasan dan pertanggungjawaban.

Proses perencanaan dimulai dari penyusunan dokumen perencanaan yakni Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa dan Rencana Kerja Pemerintah Desa. Dilanjutkan dengan penyusunan prioritas pembangunan yang dirinci per program dan kegiatan. Patut dicatat, pengeluaran yang tidak didasarkan atas dokumen perencanaan desa maupun ikhtisar prioritas pembangunan bisa dikategorikan sebagai penyelewengan keuangan negara. Bahkan meskipun pengeluaran itu tidak memberi keuntungan sedikitpun bagi penyelenggara Pemerintah Desa.

Demikian pula, dari sisi pelaporan, Desa sebagai satuan kerja pemerintah daerah wajib menyusun laporan dalam format yang sudah distandarkan dalam peraturan perundang-undangan yakni Standar Akuntansi Pemerintah. Tindakan kealpaan atau sengaja tidak menyusun akan berakibat penundaan pencairan dana pada periode berikutnya.

Solusi Terkait Pengelolaan Dana Desa

Menyimak beberapa potensi permasalahan terkait tentang dana desa, dapat kita tanggulangi melalui dua acara yakni di hulu dan hilir. Sisi hulu ini berkaitan dengan prosedur dan peraturan-peraturan Pemerintah Pusat dalam mengontrol pelaksanaan Dana Desa agar tepat sasaran. Sisi hilir ini lebih banyak pada kesiapan masyarakat untuk melaksanakan pembangunan desa yang dapat mencapai sasaran yang ditetapkan.

Di hulu, Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (KDPT) harus bergerak cepat dengan membuat regulasi teknis tentang pelaksanaan dana desa. Kementerian Desa hanya punya waktu kurang lebih satu bulan sebelum Dana Desa digulirkan April 2015 untuk merampungkan dan menyosialisasikan peraturan tersebut ke seluruh wilayah Indonesia. Tentu saja ini bukan perkara mudah.

Koordinasi dan sinergi antara Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi, Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Keuangan, serta Badan Pengawasan Keuangan Pemerintah mutlak diperlukan agar proses perencanaan dan pelaksanaan dana desa sesuai dengan tujuan mulia dan tentu menghindari kasus-kasus hukum Kepala Daerah akibat ketidaktahuan penggunaan keuangan negara. Dalam sinergi ini harus mengedepankan kepentingan nasional dan menghilangkan ego sektoral. Ini adalah usaha jangka pendek yang harus dilakukan.

Usaha jangka panjang adalah memberikan materi akuntansi keuangan publik ke sekolah-sekolah menengah atas/kejuruan. Mengapa harus sampai sekolah menengah, sedangkan materi akuntansi keuangan publik saja masih sulit didapatkan di program perkuliahan jurusan ekonomi di kebanyakan universitas di Indonesia? Jawabnya adalah syarat menjadi kepala desa adalah minimal berijazah sekolah menengah atas atau sederajat. Pembekalan di sektor pendidikan ini dapat dilakukan antara Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan serta Kementerian Keuangan sebagai gudang ahli keuangan negara. Dalam jangka waktu dua tahun diharapkan akan tersedia tenaga handal untuk mengelola bahkan dapat mengkritik dan mengontrol pengelolaan keuangan negara di desa.

Di sisi hilir, tugas yang utama adalah memetakan prioritas pembangunan yang benar-benar dapat mendukung ekonomi masyarakat secara riil. Secara mudah, pemerintah desa dapat bekerja sama dengan agen-agen pelaksana PNPM yang telah melaksanakan kegiatan di daerahnya. Selain itu dapat juga mengefektifkan jajak pendapat kebutuhan masyarakat sebelum musyawarah perencanaan pembangunan desa.

Dari aspek akuntabilitas, pemerintahan desa harus mempunyai pencatatan transaksi keuangan yang baik. Hal ini jelas akan berguna bagi kepentingan pemerintahan desa sendiri dalam proses audit. Penggunaan dana desa perlu kita kawal bersama agar sesuai dengan tujuan mulia konstitusi. Tidak pantas kita mengorbankan puluhan triliun rupiah hanya sebagai trial and error semata. Saya jadi ingat slogan-slogan kampanye “kalau bukan kita, siapa lagi? Kalau bukan sekarang, kapan lagi?”.

No comments:

Chatt Bareng Yuk


Free chat widget @ ShoutMix