Pages

Monday 23 June 2008

Jer Basuki Mawa Beo....

oleh : Lisno Setiawan
Mahalkah sekolah kita....
Hampir pasti kita akan banyak menemui slogan "Jer basuki mawa bea" di buku-buku terbitan era orde baru. Iya, slogan yang sangat terkenal dengan identitas Departemen P dan K (sekarang Depdiknas) bisa diartikan secara filosofis adalah perjuangan membutuhkan biaya. Meski sering juga orang mengartikan dengan arti yang lebih sederhana yakni sekolah itu "bondho" (biaya). Ungkapan yang berafiliasi kepada modal.


Saat ini, saat bulan-bulan pengumuman kelulusan sekolah dari siswa-siswa, sudah dipastikan orang tua/wali murid akan puyeng bukan kepalang. Setelah stress mikirin lulus/tidak dari sang buah hati. Maka periode selanjutnya adalah mau sekolah kemana?butuh biaya berapa?. Pertanyaan sangat wajar dari para orang tua yang merindukan masa depan yang cemerlang untuk sang buah hati. Sudah menjadi paradigma yang populer di negeri ini yakni sekolah bagus maka akan mendatangkan pekerjaan bagus. Pekerjaan bagus dipastikan akan mendatangkan masa depan yang lebih menjanjikan. Sebuah ungkapan simpel dan masuk logika di dunia yang serba kapitalis ini.

Apakah sekolah kita mahal?jika pertanyaan itu yang diutarakan mungkin beberapa link berikutini yang memberikan gambaran. belanja pendidikan bangsa kita sangat minim :http://rovicky.wordpress.com/2007/07/16/sekolah-itu-murah/, perbandingan biaya sekolah kita : www.studiluarnegeri.com/index2.php?option=com_content&do_pdf=1&id=47 -, atau juga sebuah tolok ukur biaya-biaya sekolah di jakarta :http://forum.detik.com/archive/index.php/t-39499.html

Apa yang kita dapat dari Sekolah.....
Saya disini hanya akan membahas, apa yang kita dapatkan dari sekolah dengan biaya yang sangat mahal. Dalam laporan Badan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk bidang pendidikan, United Nation Educational, Scientific, and Cultural Organization (UNESCO), yang dirilis pada Kamis (29/11/07) menunjukkan, peringkat Indonesia dalam hal pendidikan turun dari 58 menjadi 62 di antara 130 negara di dunia. Yang jelas, education development index (EDI) Indonesia adalah 0.935, di bawah Malaysia (0.945) dan Brunei Darussalam (0.965).

J Riberu (Suara Pembaruan ) berpendapat
"Pada tempat pertama semua kegiatan pendidikan harus diarahkan dengan jelas dan tegas kepada tujuan pendidikan. Kita belajar bukan untuk sekolah (non scholae) tetapi untuk hidup (sed vitae discimus). Sistem pendidikan di Indonesia sudah mengubah sama sekali adagium kuno ini. Kita belajar bukan untuk hidup melainkan untuk sekolah. Sekolah menentukan kurikulum dan silabus. Sekolah menentukan metode belajar-mengajar. Sekolah menentukan ulangan, ujian, kelulusan, wisuda sampai dengan pakaian (bahkan sepatu) seragam. Sekolah menentukan uang pangkal, uang sekolah, sumbangan ini dan itu"

Sekolah di Indonesia begitu sangat haus akan titel kesarjanaan. Secara kasar saja kita bisa melihat bagaimana bangku-bangku kuliah di universitas bermutu akan diperebutkan dengan sengit. Gaung pendidikan SMK masih saja kalah keren dibandingkan ketitelan yang melambung. Pendidikan macam SMK hanyalah sebagai alternatif sampingan, setelah perhitungan biaya semata sehingga mereka lebih memilih SMA yang notabene sebagai jembatan dalam melanjutkan ke tingkat perguruan tinggi. Sebagai oembandung adalah jumlah pengangguran dari lulusan perguruan tinggi sebesar 740.206 (kompas). Hal itu disebabkan karena kurangnya lapangan kerja. Apalagi jika kita sangat idealis memilih kerja berdasarkan keahlian, maka tidak mustahil kita akan menjadi seorang pengangguran sejati.


Sekolah itu penting tapi lebih penting mengartikan sekolah.....

Bagi kebanyakan orang pasti sangat setuju sekolah itu penting. Tetapi kadang kita salah mengartikan sekolah itu apa. Mental priyayi yang menggemakan formalitas sering menuntun kita bahwa sekolah itu adalah suatu lemabaga yang mendidik seseorang menjadi suatu alat kapitalis yang sudah siap guna di medan kerja.

Sekolah adalah kewajiban. Bersekolah adalah suatu kewajiban seperti layaknya ibadah. Kita dituntut untuk belajar (entah sesuai minat dan bakat atau tidak) dengan text book dan sedikit praktek2 atau simulasi sistematik. Menggunakan rumus-rumus ilmiah yang diturunkan dari ahli-ahli professor yang sudah terkenal di bidangnya, meski berbeda negara dan cuaca.

Sekolah itu obat tidur. Sekolah mampu meredakan stress dan meredam gejala demam dan trauma ketakutan sementara. Sebuah pembuktian yang tak perlu bersusah-susah dengan keberanian untuk menghadapi suatu masalah. Sekolah begitu menjanjikan akan masa depan yang memang dari sananya bersifat semu.

Namun, dari pengertian diatas ada yang tidak bisa disangkal bahwa :

Sekolah bukan pencetak ilmu. Karena ilmu itu bisa berasal dari pengalaman hidup dan pengkajian2 suatu kasus dalam kehidupan. Ilmu bukanlah nominal tentang perjuangan yang dinominalkan. Ilmu bukan perjudian yang menawarkan masa depan yang bahagia, tetapi lebih menawarkan pengertian kegetiran kehidupan manusia untuk mencapai kesejahteraan komunal. Ilmu adalah kopi pahit yang menemani kita untuk begadang menonton suasana malam dalam kesunyian manusia atau juga jahatnya gebyar kehidupan manusia. Ilmu itu berupa solusi bukan hasil yang baku.

dan Jer basuki Mawa Bea bukan Beo yang cuma bisa berkata-kata tiada beguna bagi manusia....

No comments:

Chatt Bareng Yuk


Free chat widget @ ShoutMix