Pages

Wednesday 21 May 2008

Hari Kebangkitan Nafsu (Harkitnaf) politik

Oleh : Lisno Setiawan
Cerpen Saja

Tugu Proklamasi, tanggal 20 Mei 2008 (11.00 WIB sd selesai) :
Siang itu yang mendung begitu syahdu. arak-arakan baju biru sudah banyak yang kumpul di tengah-tengah hamparan halaman Tugu Proklamasi yang terletak di Jalan Pegangsaan. Diwarnai dengan umbul-umbul yang beraneka ragam dalam kirab yang dilakukan oleh Barisan Pemuda-Pemuda Peduli Rakyat. Begitu terlihat elok. Dan pertunjukkan kesenian pun digelar dekat patung Proklamator kita. Banyak pemudi-pemudi (tentunya cewek ya)yang berjoget ria dan bernyanyi, juga berpuisi. Terlihat mereka cantik dan segar-segar laksana putri-putri raja. Di tengah riuh reda, Tak disangka dan dinyana, patung Proklamator yang berwajah flamboyan dengan membawa naskah melirik disertai senyum yang manis ke arah pemudi itu dan berkata dengan gaya kebapakannya"ah..kalian bangsa indonesia mengerti banget cara merayakan kebangkitan bangsa", sedang patung yang satu, yang berdiri menemaninya hanya menghela nafas panjang melihat tarian pemudi ala disko masa kini.


Setelah itu, Lagu indonesia raya pun berkumandang dengan indah. Dilanjutkan dengan puisi menggugah nasionalisme. Nah acara berikutnya seorang cewek cantik dengan enerjik membawa saxophone dan diiringi band pengiring mendendangkan lagu pop-pop masa kini. Iya, lagu dari Once yang berjudul Dea Lova begitu asyik terdengar, pun selanjutnya dengan lagu "i will survive" dengan rancaknya. Di saat lagu-lagu dikumandangkan, burung Garuda terhenyak kaget dan muka mencorong marah-marah "setan kaliannnnn! kamu kira disini bar atau diskotek sehingga kamu bebas berjoget-joget ria. Bubarrrr"



Gelora Bung Karno, tanggal 20 Mei 2008 (19.00 WIB sd selesai):
Gegap gempita berada di pusat kejayaan olahraga Indonesia
Gelora Bung Karno
Tarian cantik dibawakan oleh anak-anak negeri dari seantero negeri,
Mulai dari tarian saman aceh sampai tarian dari papua,
Instrumen lagu-lagu daerah mengalun enak membangkitkan kenangan tempo dulu waktu kecil. Namun semakin lama semakin aneh. Para penari bisu. Mereka tidak bisa bicara dengan menggunakan bahasa daerah dan juga berdasarkan dialek mereka sendiri?diganti dengan bahasa satu, bahasa instrumental.

Parade kedua, adalah TNI Angkatan Darat. Dengan diiringi sikap tegap dan barisan yang sangat rapi. Tentara yang menjadi tulang punggung pertahanan RI ini menunjukkan aksi-aksinya dengan tangan kosong. Mereka dapat mematahkan besi, batu bata segebok dengan tumpukan setinggi pagar, pokoknya oke punya lah. Tetapi perhatianku yang sangat kagum diusik oleh seorang anak kecil yang nyeletuk "kok tentara tidak bawa senjata sih, kan ntar ada musuh bisa ditembak deh kayak di game condition zero (game tembak-tembakan teroris dan tentara)", kupingku merah padam, dan sedikit geram mendengar pertanyaan nakal dan liar itu. Sungguh hal itu membuat atraksi itu tidak setakjub semula. Akhirnya aku memberi jawaban tak kalah ketusnya "kan namanya sudah diganti dari ABRI (Angkatan Bersenjata Rakyat Indonesia) menjadi TNI (Tentara Nendang -nendang Indonesia)".

Setelah para TNI dan Polri, kini giliran pendekar rakyat IPSI (ikatan Pencaksilat Seleruh Indonesia) unjuk kebolehan. Dengan umbul-umbul berwarna-warni mereka berlari memberi penghormatan kepada Bapak Presiden. Dengan sikap tegap tak mau kalah dengan para pendahulunya. Terdengar Tantowi dan Moudy Kusnaedi menjelaskan kehadiran para pendekar dari IPSI ini adalah bentuk pengejawantahan sumbangsih bela rakyat. Pencak Silat merupakan jati diri bangsa. Terpikir otak nakalku, bahwa budaya pencak batu, pencak golok, pencak klewang dan pencak-pencak lainnya adalah sebuah solusi yang lebih sering terlihat ketika silat-silat lidah terkalahkan, sudah tidak ada lagi musyawarah.

Akhirnya maju dua putri perwakilan juara (olimpiade astronomi dan matematic research) untuk menyalakan api kebangkitan. Mereka didaulat untuk mewakili pemuda Indonesia. Sembari berlari, mereka menunggu pidato Presiden. Yang Terhormat, Bapak Presiden pun membacakan pidato yang menggugah semangat. Dan akhirul kalam sebanyak tiga kali diucapkan "Indonesia Bisa,Indonesia Bisa, Indonesia Bisa" disertai penyalaan api oleh kedua juara. Sambutan meriah pun dilontarkan dari semua sektor di sudut-sudut Gelora Bung Karno. Disamping saya muncuk makhluk bernama Bisa yang keluar dari kamus besar bahasa Indonesia dan berteriak histeris "Pak Presiden, yang terhormat. Mohon mempertimbangkan menggunakan saya dalam pidato Bapak, apalagi untuk membuat kalimat yang akan diingat jutaan manusia. Saya tak sanggup. Saya adalah makhluk ambigu, bermakna ganda. Banyak orang bilang "saya bisa ini, bisa itu". Ternyata akhirnya kebalikannya. Juga saya identik dengan cairan racun yang dikeluarkan oleh ular. Nah saya takut meracuni jutaan orang indonesia. Mohon pertimbangkan dari lubuk yang paling dalam. Saya tidak berani menanggung beban moral itu pak". Tetapi akhirnya berjuta kata serapan seperti inflation, high economic menyerbunya dengan perkasa. Alhasil, Bisa kalah dan manut sendika dawuh untuk masuk lagi ke dalam kamus besar bahasa Indonesia.

Doa pun dipanjatkan oleh seorang putri kecil dengan alunan bahasa yang tertata indah dan mimik mengiba. Begitu pas dia mengilhami peran itu. Tetapi banyak penonton menyadari bahwa itu bagian acara dan bukan lagi sebuah ritual yang religius. Dan mereka pun bersorak dan bernyanyi tatkala para artis edo ondologit, 3 diva dan agnes menyanyi lagu-lagu penggugah semangat. Para penonton sudah tenggelam dalam alunan lagu seperti halnya mengilhami lagu-lagu pop indonesia yang membangkitkan perasaan emosinya. Semua hanyut gembira dalam acara tersebut. Sebuah pelepasan penat akan masalah krusial seperti kemiskinan, pengangguran dan keterbelakangan (dimana menjadi penyakit selama 100 tahun juga) yang jitu. Seolah beban derita lebur dalam tabuhan dan nyanyian. Selaksa pembenaran pepatah "kemarau setahun dihapus hujan sehari". Hujan air mata, hujan darah bangsa Indonesia.

No comments:

Chatt Bareng Yuk


Free chat widget @ ShoutMix