Pages

Friday 7 November 2008

Cerpen : Sejengkal Rindu dalam Gitar

“Aku harus pergi ke ibukota dinda” Sarju, berkata kepada Ariwanti sembari membaca lagi tiket kereta ekonomi Gayabaru selatan jurusan Surabaya-Jakarta. Dipandangilah tanggal, hari dan jam dengan teliti, takut-takut ada salah cetak . Sebenarnya kata itu bukan barang hangat lagi yang disodorkan kepada kekasih hatinya itu. Dan perkataan ulangan itu lebih tepatnya hanya sebagai kekuatan atau sihir yang diberikan oleh Sarju agar kekasih hatinya dapat kuat untuk melepas kepergiannya.
“Kenapa harus ke ibukota, Surabaya juga kota, dan kita akan terpisah lama sekali” Ariwanti membalasnya dengan mata berkaca-kaca.



“Dunia ini begitu kecil bagiku, aku harus berkerja sepenuh tenaga agar dapat

menaklukkan hati orang tuamu, yang ingin mulia. Aku malu dengan bekerja sebagai kuli pabrik.” Tukas Sarju.



Sarju, seorang pemuda lumayan tampan yang hidup di kota kecil Pasuruan, bekerja di pabrik rotan yang dekat rumahnya. Selain itu dia juga menyambi sebagai anak band amatir. Keahlian memetik gitar menjadikan dia pede untuk mengadu nasib di Ibukota. Festival-festival serta semaraknya band-band yang bermunculan menjadi alasan dia pergi. ”aku masih punya mimpi !” inilah yang selalu bergumam di dalam hati sang gitaris kampung ini.



“ Jika itu maumu aku rela, apa kamu akan tetap setia?” ariwanti berkata sembari membasuh muka dengan sebuah sapu tangan kecil.



“Ohhh…jangan kau risaukan. Hatiku hanyalah untukmu.” jawab Sarju, sambil mendekat dan merapatkan tubuh ke Ariwanti, dan tidak berselang lama mereka berdekapan erat, seolah usia dunia akan finis di hari itu.




Waktu pun berganti dengan cepat, begitu pula impian Sarju terus diburu laiknya memburu mentari. Mulai dari studio satu ke studio lain, menawarkan demo lagu bandnya yang bernama SALAM. Kata salam adalah sebuah akronim dari nama-nama personil yakni Sarju (leader band/gitaris, Alimin (drum), Lutfi (vokal), Andi (bass), Memet (keyboard). Selain demo lagu, dia juga mengikuti audisi-audisi, mulai dari audisi band sampai audisi artis-artis figuran. Dengan wajah ganteng kampung, Sarju pun berpikir melempar dadu. Y apabila tidak dapat jadi anak band terkenal, ya jadi artis, atau apapun asal terkenal. Iya terkenal adalah sebuah visi yang menjadikan Sarju hidup.



Kebutuhan hidup yang semakin menipis pun, harus dibayar dengan bekerja macam-macam. Sebagai tukang parkir pernah, jadi teknisi band, wah itu apalagi seperti makanan empuk saja. Hidup dalam kosan sempit bersama teman yang berukuran 4x4 meter diisi berdua di tengah-tengah perkampungan padat di Kramat Raya. Sarju memilih tinggal disitu dengan alasan akses mudah ke kafe-kafe untuk menjajal kemampuan bandnya. Untunglah Sarju adalah pemuda tangguh yang tidak gampang putus asa, sehingga hidup yang serba minim pun dilalui dengan penuh senyum. Seolah hatinya berkata “ hai jakarta, akan aku taklukkan sayupmu demi menggapai impianku ”.



Tak lupa pula, ritual harian untuk ber SMS mesra dengan sang pujaan hati. Mulai dari kata-kata puitis dan romantis sampai dengan yang nakal plus menjurus ke hal-hal tabu Pula dengan memandang potret Sang pujaan hati di kala mata sebelum terlelap.



”Adinda dengarkanlah
satu Tutur kataku sebelum kau terlelap
Kuharap kau lepaskan sejenak
Riak lakunya sebelum kau terlelap”
lagu Dewa 19 yang selalu menemani tidurnya yang berasal dari handphonenya.




Pada sebuah hari, Sarju benar-benar dibuat bingung tak kepalang. Bukan dikarenakan demonya yang ditolak atau kehilangan master lagu bandnya. Bukan pula dikarenakan dia diusir dari kost kumuhnya di kawasan padat penduduk. Bukan pula karena dia kehilangan uang sebagai bekal hidupnya. Sarju begitu dibuat stress cuma dikarenakan sebuah insiden kecil. Ya sebuah SMS yang kelewatan bercanda dengan menyebut bahwa ”gadis Jakarta lebih seksi daripada gadis kampung”, hal ini membuat sang pujaan hati marah besar dan benar-benar patah arang dan memilih untuk mengganti nomor seolah tak mau mengenal Sarju lagi. Sebenarnya SMS tersebut hanyalah sebuah perkataan iseng yang dilakukan Sarju untuk meningkatkan harkat dan martabatnya yang telah setahun hidup di Jakarta, dengan berkata tentang gadis Jakarta biar dianggap gaul yang merupakan sebuah style pengalaman tambah anak kota dari anak kampung. Tapi ini berakibat fatal sekali bagi Sarju.



Kehidupan Sarju pun berubah drastis, dia tak lagu berambisi meraih impiannya. Pikirannya tertuju pada gadis pujaan hati. Ternyata cinta yang ditanam sebelumnya benar-benar menyeretnya ke dalam pusaran yang tidak bisa dikendalikan olehnya sendiri. Dan puncaknya Sarju harus jatuh sakit.



Di dalam kosan yang sempit nan kumuh, Sarju memandangi foto gadisnya. Mimpi-mimpinya pun selalu diarahkan kesana. Bisikan hatinya pun harus bertarung antara merebut impian atau pulang menemui sang gadis pujaan. Layaknya perang armegedon. Begitu sengit begitu historis. Dan akhirnya keluar sebagai pemenang, yup : aku harus pulang...........dan kereta gayabaru selatan pun melaju dan bernyanyi ”ku akan kembali pulaaaaang..kuharus kembali pulaaaang” milik Padi.



Pukul 10 pagi, dihawa Pasuruan yang panas, Sarju beserta rangselnya selalu tersenyum dan tampak menyapa para orang desa yang berhilir mudik dan berpapasan dengannya. Sampai di rumah, ada yang aneh, ketika bertemu dengan Ibunya. Ya, ibunya dengan wajah yang penuh misteri berkata langsung ”Wis leh kowe nang istirahat ben ora loro (sudah nak pergi istirahat biar tidak sakit)”. Sarju pun tidak menghiraukan dan lekas masuk kamar, bukan untuk istirahat tapi berganti pakaian necis, dengan kaos oblong lambang The Rock yang didapatnya dari pemberian teman dan pastinya celana jeans (yang ini asli pasar baru).
”Bu aku mau ke rumah Ariwanti dulu” Sarju berpamitan dengan tergesa-gesa kepada ibunya
”kok tergesa-gesa. Ntar duduk sini dulu. Emang kamu ora kangen sama mbokmu. ” jawab ibunya
”lho kan Sarju, ntar pulang dan bisa berkangenan sama mbak sepuasnya” tukas Sarju
Selanjutnya Ibu Sarju terdiam sejenak. Lama pula menyembulkan nafas, dan tak lama kemudian Ibunya menitikkan air mata.
”ada apa bu” Sarju penasaran
”Ari…ariwantimu telah tiada” sambil menumpahkan tangis ke pangkuan Sarju.
Sarju pun seperti disambar petir. Dia benar-benar tak kuasa berkata-kata lagi. Dia hanya mau bertanya ”mengapa ini terjadi???”. Konon....Ariwanti meninggal bunuh diri.



Setelah deru tangis mereda. Sarju diantar ke rumah Ariwanti oleh Ibu serta teman-temannya. Bukan perkara mudah bagi Sarju hanya untuk sekedar bertemu dengan rumahnya. Sarju pun akhirnya bertemu dengan keluarga Ariwanti. Tak bisa disembunyikan perasaan haru biru masih menyelimuti keluarganya. Tak banyak kata yang keluar, selebihnya keluarga hanya memberikan sepucuk surat dari Ariwanti yang dialamatkan kepada Sarju :



To Kakanda Sarju,

Bila Cinta Memanggilmu, Kau ikuti kemana ia pergi, walau jalan terjal berliku
Walau perih slalu menunggu.

Aku akan mati bersama cinta tulusku kepadamu.


Cintamu,

Ariwanti



Membaca surat tersebut, hati Sarju tercabik-cabik. Seolah bahwa dia adalah manusia paling tidak tahu diuntung di dunia ini. Sarju benar-benar tak bisa mengampuni dirinya sendiri. Tak pernah terkirakan sebuah kisah hidupnya harus berakhir secara sedih.



Malam-malam pun kini harus dilewati Sarju dengan sebuah lagu yang hening, sehening petikan gitarnya yang menyuarakan kerinduan. Kerinduan yang sudah kadaluarsa. Dan otaknya pun lebih memimpikan untuk cepat-cepat menjemput Ariwanti di taman cinta yang diimpikan.





Lisno Setiawan, cerpen ini special buat pada Baladewa dan kopisastra
Citayam-Bogor

No comments:

Chatt Bareng Yuk


Free chat widget @ ShoutMix